Kisah Abu Muslim Al Khaulani Doa Yang Tidak Tertolak


Abu Muslim Al Khaulani, seorang pejabat pada masa kekhalifahan Muawiyah, adalah sosok yang sederhana. Orang shalih itu tak pernah neko-neko dalam kehidupan rumahtangganya. Ia pejabat dan pemimpin keluarga yang baik. Kedudukan adalah amanat, yang bukanlah mencari harta yang menjadi tujuannya. Baginya amanat itu adalah lantaran yang membuatnya mendapat pahala yang banyak dari Allah.

Dalam kesederhanaan hidupnya, ia mempunyai istri yang shalihah. Setiap pulang ke rumah dari masjid atau dari bekerja, ia bertakbir di depan pintu rumahnya. Dan sang istri pun dengan setia menjawab takbirnya. Pun, juga saat berada di halaman rumah. Bertakbir, dan berbalas takbir suami istri itu menjadi sebuah rutinitas yang indah sebagai keran komunikasi vertikal dan horizontal. Kehidupan rumah tangganya damai, sampai suatu hari ia masuk rumah dalam keadaan gulita, tiada lampu di dalamnya.

Takbir yang biasa diucapkannya, tiada yang menyahut. Istrinya terlihat termenung di dalam rumah. Rutinitas mengambilkan sorban dan sandal, tak dilakukannya lagi. Apalagi menyiapkan makanan. Sambil menundukkan kepala ia malah memainkan sebatang kayu. Abu Muslim heran dengan tingkah istrinya, ia mulai bertanya,”Ada apa denganmu?”

Istrinya menjawab,”Engkau memiliki kedudukan dan jabatan yang bagus disisi Muawiyah. Namun mengapa sampai sekarang kita tidak mempunyai pembantu, kalau saja engkau meminta pembantu kepadanya, tentu beliau akan membantu kita dan pasti memberi.”


Kaget Abu Muslim mendengar penuturan istrinya. Selama ini mereka dikenal sebagai seorang yang sedehana, dan tak membutuhkan pembantu. Ia merasa ada yang mulai menghasut istrinya untuk meminta sesuatu yang  sebenarnya tak dibutuhkan.

Dengan marah Abu Muslim menimpali, Ya Allah siapa saja yang telah merusak Istriku maka butakanlah matanya!”

Memang sebelumnya ada seorang wanita yang datang kerumahnya dan mendatangi istrinya dan mulai menghasutnya dengan kata-kata, “Suamimu memiliki posisi yag menguntungkan dimata Mu’awiyah… Alangkah bahagianya kamu jika sekiranya mau berbicara dengannya agar suamimu bisa meminta pembatu kepada Muawiyah, pastilah ia akan memenuhi permintaanmu.

Memang di manapun, tak dahulu juga sekarang wanita yang merumpi, saling hasut atau membicarakan hal-hal yang tak ada gunanya telah ada. Komunitas yang tak positif, apalagi saling pamer kekayaan dan membujuk temannya agar ia mempunyai barang-barang atau sesuatu yang bersifat kemewahan yang sebenarnya tak penting, bayak yang terjadi. Begitu pula dengan istri Abu Muslim ini sudah mulai terhasut temannya ini.

Ketika wanita penghasut ini sedang duduk di rumahnya, tiba-tiba ia tidak bisa melihat. Serta merta ia bingung dengan apa yang terjadi, dan bertanya, “mengapa lampu kalian padam?”. Orang-orang pada heran apa yang ditanyakan oleh wanita itu, karena memang bukan itu kenyatannya. “Tidak!” kata mereka serempak.

Wanita itu terhenyak lalu tersadar bahwa apa yang telah ia lakukan pada istri Abu Muslim untuk menghasutnya agar meminta pembantu, sepertinya telah berbuah keburukan. Ia lalu menemui Abu Muslim seraya menangis, ia mohon kepada Abu Muslim untuk berdoa kepada Allah demi kesembuhan matanya, agar bisa melihat seperti sedia kalanya. Abu Muslim merasa kasihan, lalu ia mendoakan untuk kesembuhannya. Dan Allah mengembalikan penglihatannya.

sumber : ummi online