Definisi, Rukun, Syarat, Contoh Khutbah Jumat Bulan Rajab

Definisi, Rukun, Syarat, Contoh Khutbah Jumat


Secara harfiah khutbah berarti ceramah atau pidato. Dalam istilah fiqih, khutbah adalah ceramah dari seseorang yang diucapkan atau dibacakan di depan hadirin pada saat sebelum shalat Jum’at, sebelum shalat ‘Id atau sebelum ijab dan qabul pernikahan.

Khutbah adalah nasehat dan tuntunan keagamaan meliputi keimanan, ibadah, pendidikan, kehidupan sosial, dan lain - lain. untuk memperteguh keimanan serta meningkatkan kualitas ketaqwaan hadirin kepada Allah SWT.

Khutbah mempunyai kedudukan yang penting dalam agama Islam. Maka khutbah sepantasnya disampaikan dengan jelas, bahasa yang baik dan halus, lancar teratur serta ungkapan yang mudah dimengerti, sehingga menyentuh jiwa dan perasaan hadirin.

Khutbah Jum’at
Khutbah Jum’at dilakukan sebelum melaksanakan shalat Jum’at dan waktu pelaksanaannya sama dengan waktu pelaksanaan shalat Dhuhur. Khutbah Jum’at dilakukan sebanyak dua kali, yaitu khutbah pertama dan kedua. Diantara khutbah pertama dan kedua khatib menyelinginya dengan duduk sebentar dan membaca shalawat atau surah al-Ikhlas.

Adapun Jama’ah yang sedang mengikuti khutbah, hendaknya memperhatikan khutbah dengan sebaik - baiknya. Tidak boleh berbicara apalagi ribut. karena dapat menghilangkan pahala menunaikan shalat Jum’at.

Dasar Hukum Shalat Jum’at
Shalat Jum’at merupakan kewajiban setiap muslim laki-laki. Hal ini tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits :

”Wahai orang - orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” ( Q.S. 62: 9 )

" Hendaklah orang - orang itu berhenti dari meninggalkan shalat Jum’at atau kalau tidak, Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang lalai.” ( HR. Muslim )

" Sungguh aku berniat menyuruh seseorang ( menjadi Imam ) shalat bersama - sama yang lain, kemudian aku akan membakar rumah orang - orang yang meninggalkan shalat Jum’at.” ( HR. Muslim )

" Shalat Jum’at itu wajib bagi tiap - tiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah terkecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang yang sakit.” ( HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih ).

Rukun Khutbah Jumat
- Memanjatkan puji dan sanjungan kepada Allah, dengan اْْلحَمْدُ ِلله
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: ”Setiap urusan ( penting ) yang membutuhkan perhatian yang tidak dimulai dengan Alhamdulillah maka ia terputus dari berkah )”.
( Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 2/359, Abu Dawud no.4840, Ibnu Majah no. 1894 ).

- Membaca Syahadat.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beliau bersabda, “Setiap khutbah yang didalamnya tidak ada syahadat, maka ia adalah seperti tangan yang buntung”.

- Berwasiat dengan takwa kepada Allah. Wasiat yang dimaksudkan ialah bahwa khatib berwasiat kepad kaum muslimin yang mendengarkan agar bertakwa kepada Allah, baik dengan mengatakan اُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى الله (saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah) atau يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ (hai orang-orang yag beriman, bertakwalah kalian kepada Allah).

- Membaca ayat Al-Qur’an Dari Jabir bin Samurah Radhiallahu ‘anhu, dia berkata, ”Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan dua khutbah dimana beliau duduk diantara keduanya; ( dan dalam khutbah itu ) beliau membaca Al-Qur’an dan mengingatkan manusia”. ( Diriwayatkan oleh Muslim no. 862 )

- Menyampaikan nasihat bagi kaum muslimin. Dari Jabir bin Samurah Radhiallahu ‘anhu, dia berkata, ”Shalat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sedang – sedang saja dan khutbah beliau juga sedang - sedang saja; dimana beliau membaca ayat - ayat dari Al-Qur’an dan mengingatkan manusia”. ( HR. Abu Dawud no. 1094)

- Shalawat dan salam atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Perkataan Umar bin Khattab Radhiallahu ‘anhu, “Sesungguhnya doa itu terhenti diantara langit dan bumi, tidak akan naik sedikitpun dari tempat itu sampai engkau bershalawat atas Nabimu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. ( HR. Tirmidzi no. 486 dan Silsilah Ash-Shahihah karya syaikh Nashiruddin Al-Albani no. 2035 )

- Berdo’a untuk kaum muslimin.
Dari Hushain bin “Abdurrahman As-Silmi, dia berkata, ”Aku berada disebelah Umarah bin Ruwaibah Radhiallahu ‘anhu, sedangkan Bisyir ( Ibnu Marwan Al-‘Amawi ); penguasa di Irak ) sedang memberi khutbah kepada kami. Tatkala Bisyir berdo’a dia mengangkat kedua tangannya. Maka ‘Umarah Radhiallahu ‘anhu pun berkata,”Semoga Allah memburukkan dua tangan ini. Aku pernah melihat Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkhutbah, dan ketika berdo’a beliau melakukan seperti ini.” Lalu Umarah pun mengangkat jari telunjuknya. ( HR. Muslim 2/595 no.874, lafadz ini milik Imam Ahmad 4/136 no. 17263 ).

Syarat Khutbah Jumat
Syarat Khutbah jumat diantaranya sebagai berikut :
- Khutbah dimulai pada waktu Dhuhur,
- Khutbah dilaksanakan dua kali dengan berdiri,
- Duduk diantara 2 khutbah,
- Khutbah dilakukan dengan suara keras,
- Dilakukan berturut sesuai dengan rukunnya.

Contoh Khutbah Jumat :
Pesan dan Makna Bulan Rajab
Oleh : Drs. KH. Miftakhul Falah


اَلْحَمْدُ ِللهِ ، اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَحْرَمَ رَجَبَ بِإِسْرَاءِ الرَّسُوْلِ مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ اْلأقْصَى ،

وَالَّذِيْ يَأْمُرُنَا بِالتَّقْوَى مْدَّةَ أُمُوْرِنَا ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ فِيْ كُلِّ أَهْوَالِنَا ، أشْهَدْ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ،

وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أشْرَفِ عِبَادِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَعِتْرَتِهِِِِ أمََّا بَعْدُ

فَيَا أيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعَ وَالطَّاعَةِ

قَالَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى : سُبْحَانَ الَّذِى أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَا الَّذِى باَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ،

وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

وَإنْ تَأْمُرُ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإنَّهُ مَنْ يَعْشَ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِِِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ تَمَسَّكُوْا 
بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، فَاتَّقِِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وأتْبِعِِِِِ السَّيِّئَةَ الْجَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَََنٍ




Hadirin Sidang Jum'at yang Dimuliakan Allah SWT
Tanpa terasa, sepekan sudah kita melewati bulan Rajab di tahun ini. Beraneka kejadian dan peristiwa terus berlalu silih berganti, mengisi tiap detik, menit, jam, hari dan minggu-minggu kita. Berbagai kondisi kita lalui dari tahun ke tahun. Ada kebahagiaan yang kita rayakan dan ada kesedihan yang kita rasakan, namun kita harus tetap hidup tanpa penyesalan. 

Kita mesti senantiasa optimis, meski berbagai rintangan senantiasa menghimpit dan menguras keimanan.
Karena ketaqwaan adalah pangkal dari segala sikap dan keputusan kita menghadapi problematika dunia, maka marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. 

Marilah senantiasa kita bertambah percaya, yakin dan menaati perintah-perintah Allah SWT serta secepat mungkin, sejauh mungkin menghindari larangan-larangan Allah SWT. Karena hanya dengan ketaqwaanlah kita dapat meniingkatkan kualitas kehidupan kita. Taqwa dalam arti sebenarnya, bukan taqwa asal merasa takut, namun tindakannya senantiasa tercela di mata Allah. Seperti halnya Rajab adalah bulan mulia di sisi Allah, maka kita mestilah memuliakannya dengan sungguh-sungguh.

Rasululah SAW bersabda :


ألاَ إنَّ الزَمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْم خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتَ وَالْأرْضَ السَّنَةَ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً مِنْهَا أرْبَعَةُ حَرَمٌ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو القَعْدَةِ 
وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرُّ بَيْنَ جُمَادِى وَشَعْبَانَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ


”Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun terdapat dua belas bulan yang di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumadil Tsani Tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa Bulan rajab adalah bulan yang dumuliakan oleh Allah. Maka sebagai konsekwensi dari ketaqwaan kita kepada Allah dan kepercayaan kita kepada Rasulullah Muhammad SAW, maka tentulah kita juga memuliakan bulan ini. 

Hadirin Jamaah Jum'at Rahimakumullah
Bagaimana pun juga masa yang akan datang harus kita hadapi dengan keimanan dan ketakwaan yang melimpah. Apapun pun kondisi yang telah menimpa kita dalam waktu-waktu yang lalu, baik yang telah lama maupun yang baru saja terjadi; yang masih begitu segar dalam ingatan kita, namun esok hari tetaplah misteri. Mungkin kemarin kita sangat berat dan mengalami kesulitan dalam hidup, namun bukan berarti kita boleh takut menghadapi fajar esok hari.

Bulan Rajab, sungguh mengajarkan kepada kita bahwa kita Allah pasti memiliki rencana, kelak kita akan mensyukuri sebuah karunia setelah berbagai cobaan yang kita rasakan. ”Paket perjalanan” Rasulullah di bulan Rajab merupakan sebuah pelajaran sangat berharga bagi kita bahwa setiap kesusahan dan rintangan dalam menjalankan misi dakwah pasti digantikan dengan anugerah yang menjadikan hidup kita lebih berkualitas.
Terlebih bahwa setiap anugerah juga sebenarnya selalu mengandung ujian bagi kita untuk semakin mengintensifkan segala potensi kita demi mengupayakan keridhoan Allah SWT. 

Sejarah seputar peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan palajaran berharga, bagaimana kesusahan dan kesedihan tergantikan dengan sebuah pesan (berupa sholat lima waktu) sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Allah SWT berfirman :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينََ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu menciptakan langit dan bumi, di antaranya (terdapat) empat bulan haram. Itulah agama yang lurus. Maka janganlah kamu menganiaya diri dalam bulan-bulan tersebut, dan perangilah kaum musyrikin sebagaimana mereka pun memerangi kamu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah, 9:36)

Tafsir Ath-Thabari menyebutkan bahwa keempat bulan haram yang dimaksud adalah Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Karenanya, mereka tidak mengenal peperangan yang terjadi pada bulan-bulan ini. 

Orang-orang tidak diperkenankan menganiaya dan berkelahi di antaranya pada bulan-bulan ini. Jika di antara mereka terjadi perselisihan, maka biasanya ditangguhkan hingga bulan-bulan tersebut telah lewat. Pembalasan dendam di antara anggota-anggota keluarga yang terluka dan terbunuh juga menunggu bulan-bulan ini berlalu. Masyarakat jahiliyah pun mengikuti peraturan ini. Lalu apakah kita sebagai umat Muhammad tidak ingin memuliakan bulan ini?

Hadirin Sidang Jum'at yang Berbahagia
Marilah kita belajar kepada Sejarah. Sungguh di bulan Rajab ini terdapat sebuah i’tibar (cerminan) yang sangat nyata untuk kita teladani bersama. Bila mau bercermin kepada sejarah, maka senyatanya umat Islam akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga di bulan Rajab. Pelajaran tentang ketabahan dan keyakinan kepada balasan Allah Yang Maha Bijaksana.

Pada tahun kedelapan dari kenabian, Rasulullah SAW mendapatkan beberapa cobaan yang teramat berat baginya dan bagi para pengikutnya. Ujian itu adalah embargo kaum kafir Quraisy dan sekutunya terhadap umat Islam. Aksi embargo ini masih dijalankan meskipun waktu telah memasuki bulan Haram. Artinya Nabi beserta para sahabatnya tetap merasakan penganiayaan dan kedhaliman dari mereka yang biasanya menghentikan segala aktivitas permusuhan terhadap lawan-lawannya.

Setelah delapan tahun mendakwahkan agama Allah kepda kaumnya dengan didampingi dan dilindungi oleh dua orang kuat suku Qurays, yakni pamannya dan istrinya, maka pada tahun ini Rasulullah harus rela ketika keduanya dipanggil menghadap Sang Rabb. Dengan demikian, pada waktu itu Nabi tiada lagi memiliki pembela yang cukup kuat di hadapan kaumnya sendiri yang memusuhi kebenaran.

Sehingga Rasulullah kemudian mengijinkan kepada para pengikutnya untuk berhijrah ke Thaif. Namun rupanya Bani Tsaqif yang menguasai tanah Thaif tidaklah memberikan sambutan hangat kepada para sahabatnya. Mereka yang datang meminta pertolongan justru diusir dan dihinakan sedemikian rupa. Mereka dilempari batu hingga harus kembali dengan kondisi berdarah-darah. 
Keseluruh cobaan berat ini dialami Rasulullah dan para sahabatnya pada tahun yang sama, yakni tahun kedelapan semenjak Rasulullah memproklamirkan dirinya sebagai Nabi akhir zaman.

Atas cobaan yang taramat berat dan bertubi-tubi ini, maka Allah SWT kemudian memberikan ”sekadar hiburan” kepada Muhamad SAW yang sedang berkabung dengan segala keadaan dan perasaannya. Rasulullah menerima ”sepaket perjalanan rekreasi” untuk menyegarkan kembali ghirroh (Semangat) perjuangannya dalam menegakkan misi Tauhid di Bumi.

”Paket perjalanan” yang kemudian disebut sebagai Isra’ Mi’roj ini sejatinya adalah sebuah pesan kepada seluruh umat Muhammad bahwa, segala macam cobaan yang seberat apa pun haruslah kita lihat sebagai sebuah permulaan dari akan dianugerahkannya sebuah kemuliaan kepada kita.

Sidang Jum'at yang dimuliakan Allah
Hal lain yang dapat kita petik pelajaran dari bulan Rajab selanjutnya adalah perjalanan Rasulullah Muhammad SAW dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha yang tercover dalam firman Allah SWT :

سبْحانَ الَّذِى أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَا الَّذِى باَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَتِنَا إِنَّهُ,هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْر


”Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil
 Haram ke Masjidil Aqsa, yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al Isra’:1)

Adalah sebuah pesan persaudaraan dan persahabatan di antara para hamba Allah. Bahwa umat Islam sebagai umat terbaik semestinya senantiasa menunjukkan sikap kedewasaan dan kematangan dalam berinteraksi dengan umat-umat lain.

Meski Nabi Muhammad SAW dapat saja langsung menuju langit dari Makkah, namun Allah tetap membawanya menuju Masjidil Aqsha, pusat peribadahan nabi-nabi sebelumnya. 

Ini dapat berarti bahwa umat Islam tidak memiliki larangan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia, sekalipun kepada golongan di luar Islam. Hal ini dikarenakan, Islam menghargai peraturan-peraturan sebelum Islam, seperti halnya khitan yang telah disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Dalam skala intern umat Islam, kita semestinya senantiasa menjaga ikatan persaudaraan dan silaturrahim demi memperkuat ketaqwaan, keimanan dan persaudaraan sesama Muslim. Dengan demikian maka, Bulan Rajab adalah bulan mulia yang harus kita sambut dengan menambahkan keyaqwaan dan keikhlasan.

Kita harus rajin-rajin melaksanakan sholat lima waktu yang merupakan oleh-oleh dari Isro’ Mi’roj Rasulullah SAW di bulan Rajab tahun kedelapan dari kenabian. 

Kita harus tegar menghadapi hidup meskipun hidup penuh dengan cobaan dan rintangan. Umat Islam harus senantiasa optiomis dan yakin pada janji Allah, akan kebahagiaan dunia dan akhirat bagi siapa pun hamba-Nya yang senantiasa meningkatkan ketaqwaan, karena demikianlah pesan bulan Rajab. 


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم