Menjelang Kelahiran Rosulullah saw
Di Yaman terdapat seorang raja yang berkuasa, terkenal dengan nama Abrahah. Ia mendirikan mendirikan tempat peribadatan yang amat besar dan megah.
Pada suatu hari sang raja duduk di serambi istananya. Ia sedang merancang teknik penghancuran ka'bah.
Hatinya belum puas bila Makkah dianggap suci sedangkan di Yaman tidak. Oleh karena itu dia berangkat bersama prajurit-prajuritnya dengan menunggang gajah. Kala itu pasukan gajah merupakan pasukan yang paling tangguh dan tak tertandingi.
Singkat cerita sesampai di Wadi Muhassir, suatu dataran rendah dekat Mina, gajah Abrahah berhenti dengan mengherankan, tidak mampu melanjutkan perjalanan. Akhirnya bala tentara berhenti ditempat itu. Seluruh pembantunya berupaya agar gajahnya mau meneruskan perjalanan, namun ia masih tetap tergeletak di tanah. Beberapa cambukan telah melecut ke tubuhnya, namun gajah sebagaimana semula, tetap membangkang. Abrahah termangu merenunginya, lantas gajahnya diputar balik, ternyata dapat berjalanan dengan baik. Bila diarahkan ke Makkah, gajah itu menggeletak lagi. Abrahah menjadi bingung. "Pasti ada sesuatu yang tidak beres dibalik kejadian ini". Namun dia masih kurang menyadari bahwa tindakannya ini perlu ditinjau kembali.
Nafsu angkara menggeram, congkaknya mengelabuhi pikirannya. Dengan berang sekali, dia bertekad harus mampu meluluh lantakan rumah Allah.
Setelah itu dia terperanjat oleh datangnya awan hitam yang menutupi cakrawala. Ada burung-burung beterbangan di angkasa raya. Semakin lama burung - burung itu bertambah banyak. Awan pun bertambah kelam. Tiba - tiba banyak gajah yang jatuh menggelepar di atas tanah. Deretan tentara bergeletak mampus.
Hujan batu masih turun lebat, setiap batu mengenai sasarannya yang dituju, laksana ada yang mengendalikannya. Tak seorangpun mampu menghindar dari serangan yang bertubi tubi. Seluruh gajah dan pasukannya mati terkapar. Tak terkecuali Abrahah pun mati dalam peristiwa ajaib itu.
Peristiwa ini diabadikan dalam firman Allah ( Al Qur'an Surat Al-Fiil : 1-5).
Pada suatu hari sang raja duduk di serambi istananya. Ia sedang merancang teknik penghancuran ka'bah.
Hatinya belum puas bila Makkah dianggap suci sedangkan di Yaman tidak. Oleh karena itu dia berangkat bersama prajurit-prajuritnya dengan menunggang gajah. Kala itu pasukan gajah merupakan pasukan yang paling tangguh dan tak tertandingi.
Singkat cerita sesampai di Wadi Muhassir, suatu dataran rendah dekat Mina, gajah Abrahah berhenti dengan mengherankan, tidak mampu melanjutkan perjalanan. Akhirnya bala tentara berhenti ditempat itu. Seluruh pembantunya berupaya agar gajahnya mau meneruskan perjalanan, namun ia masih tetap tergeletak di tanah. Beberapa cambukan telah melecut ke tubuhnya, namun gajah sebagaimana semula, tetap membangkang. Abrahah termangu merenunginya, lantas gajahnya diputar balik, ternyata dapat berjalanan dengan baik. Bila diarahkan ke Makkah, gajah itu menggeletak lagi. Abrahah menjadi bingung. "Pasti ada sesuatu yang tidak beres dibalik kejadian ini". Namun dia masih kurang menyadari bahwa tindakannya ini perlu ditinjau kembali.
Nafsu angkara menggeram, congkaknya mengelabuhi pikirannya. Dengan berang sekali, dia bertekad harus mampu meluluh lantakan rumah Allah.
Setelah itu dia terperanjat oleh datangnya awan hitam yang menutupi cakrawala. Ada burung-burung beterbangan di angkasa raya. Semakin lama burung - burung itu bertambah banyak. Awan pun bertambah kelam. Tiba - tiba banyak gajah yang jatuh menggelepar di atas tanah. Deretan tentara bergeletak mampus.
Hujan batu masih turun lebat, setiap batu mengenai sasarannya yang dituju, laksana ada yang mengendalikannya. Tak seorangpun mampu menghindar dari serangan yang bertubi tubi. Seluruh gajah dan pasukannya mati terkapar. Tak terkecuali Abrahah pun mati dalam peristiwa ajaib itu.
Peristiwa ini diabadikan dalam firman Allah ( Al Qur'an Surat Al-Fiil : 1-5).