Kisah Kesedihan Pohon Kurma di Masjid Nabawi Madinah yang rindu kepada Nabi Muhammad ﷺ
BlogIslami.com, Dahulu kala Masjid Nabawi di kota Madinah itu dibangun dengan sederhana. Langit-langit atapnya hanya terdiri dari sambungan pelepah yang telah diikat, dan dibawahnya terdapat batangan pohon kurma tertata rapi yang tegak terpancang menopang kuat, sedangkan lantainya masih berupa hamparan tanah pasir yang cukup bersih terawat.
Di hari jum’at, setiap kali berkhutbah,Baginda Nabi ﷺ biasa berdiri sambil berpegangan pada sebatang pohon kurma yang berada di dekatnya. Tangan Baginda yang mulia telah berulang kali menyentuhnya, untuk sekedar memegang atau bersandar. Rupanya hal itu –dengan kehendak Allah Ta'ala. – telah memberikan kesan yang teramat spesial bagi sebatang pohon tersebut.
Kemuliaan Baginda Rasulullah ﷺ, keagungan pribadinya dan kasih sayangnya yang luas, semua itu telah membuat sebatang pohon kurma tadi turut pula merasakan suatu kebahagiaan yang tiada tara, merasakan kebanggaan yang tak tertandingi oleh setiap pepohonan, setiap
benda-benda, bahkan oleh manusia sekalipun yang tak pernah bersentuhan tubuh dengan tubuh sang kekasih tercinta.
Suatu hari, seorang sahabat datang berkata kepada Baginda Nabi ﷺ.
”Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membuatkan sebuah mimbar untukmu?”.
”Jika memang kalian menghendaki,silahkan!” Jawab Baginda. Maka para sahabat pun segera mencarikan rancangan, hingga dibuatlah sebuah mimbar. Kemudian lembaran sejarah mencatatnya sebagai mimbar pertama dalam Islam.
Dengan diliputi rasa penasaran bercampur bahagia, para sahabat pun menunggu kesempatan itu tiba,kesempatan untuk menyaksikan peristiwa saat pertama kali Baginda Nabi saw berdiri menyampaikan khutbahnya di atas mimbar. Tatkala Nabi tengah berkhutbah tiba- tiba terdengar suara tangis memilukan. Entah siapa dan dari mana suara itu berasal?. Khalayak pun ramai, saling memandang, mencari tahu.
Dari atas mimbar, Baginda Nabi ﷺ beranjak turun menuju sebatang pohon kurma, pilar masjid yang tadinya beliau gunakan sebagai tempat untuk bersandar atau berpegangan. Baginda mendekat, menyentuh, kemudian mendekapnya, hingga suara ratapan tadi hilang lengang, seakan memberi isyarat bahwa si pemiliknya telah tenang. Orang-orang yang hadir masih menatap Baginda penuh tanya, seolah menanti penjelasan yang masih tersisa.
“Pohon ini meratap karena rindu kepada dzikir yang dahulu biasa didengarnya!” Sabda Nabi ﷺ menjelaskan kepada para sahabatnya yang setia, bahkan rasanya penjelasan itu tertuju pula untuk kita semua, sebagai ummatnya. Kemudian Nabi memberinya pilihan, apakah hendak dikembalikan fungsinya sebagai tempat bersandar atau berpegangan, ataukah dikubur dan menjadi pohon yang buahnya dimakan oleh para nabi serta orang-orang saleh di taman surgawi?
Maka ia pun memilih yang terakhir.
hanya sebatang pohon kurma! Namun ia telah bersentuhan tubuh dengan tubuh sang kekasih, Sebatang pohon kurma itu menangis karena menahan rindu akan sentuhan lembut tangan manusia pilihan,manusia paling mulya yang telah dicipta Allah Ta'ala, sang insân kâmil.
Jika sebatang pohon kurma saja bisa merasakan kasih sayang seorang nabi yang memiliki sifat bi al- mu’minîna roûf al- rohîm, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min, hingga ia pun merasa rindu dan cinta kepadanya, lalu bagaimana dengan kita sebagai ummatnya yang beriman?
Baginda Nabi ﷺ adalah pilihan terbaik,bahkan terbaik di antara semua yang terbaik dari seluruh anak manusia yang dilahirkan di dunia, baginda adalah gen terbaik yang pernah ada, beliaulah pribadi agung yang pernah tercipta, lisan terfasih yang pernah bersabda, imannya paling sempurna, Pengingkaran terhadap hakikat wujudnya bukanlah sekedar pengingkaran terhadap salah satu rukun iman, namun lebih dari itu, pengingkaran tersebut merupakan penolakan keras terhadap hakikat wujud alam semesta yang tercipta dari Nur Muhammad ﷺ naluri hati nurani, dan itu berarti pula menentang Allah Ta'ala Sang Maha Pencipta.
Baginda adalah Al- Qur’an, akhlaknya Al- Qur’an, jiwanya Al- Qur’an. Sedangkan Al- Qur’an itu kitab Allah dan kalimat-Nya yang sempurna. Jika demikan adanya, jelaslah bahwa Rasulullah ﷺ adalah manusia paling sempurna pribadinya, dan dialah makhluk Allah yang paling berhak dicinta. Dialah syarat utama untuk mengaku cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allahumma Sholli Wa Sallim Ala Sayyidina Muhammad.