Islam Nusantara? Orang Eropa Saja Tidak Bingung
Memperingati datangnya bulan Muharran, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Gubeng Kota Surabaya menggelar gebyar Muharram. Kegiatan ini ditutup dengan pengajian umum yang menghadirkan KH Cholil Yahya Staquf, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhir pekan lalu di Karang Menjangan, Gubeng, Surabaya.
Mengambil tema Islam Nusantara di era milenial, panitia berharap dengan pengambilan tema ini bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat di saat kembali menjadi pembahasan hangat di tengah masyarakat. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh ketua panitia acara, Ustadz Zainul Muttaqin.
"Harapannya masyarakat bisa lebih paham dengan apa yang dimaksud dengan Islam Nusantara," jelasnya.
Sementara itu, Gus Yahya menjelaskan maksud dari Islam Nusantara yang menjadi tema Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015. Menurutnya, jika ada orang Indonesia yang bingung dengan Islam Nusantara, orang itu mungkin hanya pura-pura bingung saja.
"Jadi, kalau ada orang Indonesia yang katanya bingung tentang Islam Nusantara itu pura-pura aja saya kira. Sebetulnya tidak bingung. Kalau bingung, biar dipikir-pikir sendiri. Lah wong orang Eropa saja tidak bingung kok. Masa orang Karang Menjangan bingung, kan aneh toh? Saya kira begitu," jelas pengasuh Pondok Pesantren Leteh, Rembang ini.
Seluruh dunia, imbuhnya, menyambut Islam Nusantara dengan gegap gempita sewaktu penetapan Islam Nusantara sebagai tema muktamar. Dan sudah lebih dari 48 negara datang ke PBNU untuk belajar tentang Islam Nusantara, dan puluhan negara mengundang PBNU untuk datang, untuk datang dan berbagi tentang Islam Nusantara di negara itu.
Bahkan ada harapan dengan Islam Nusantara ini, Nahdlatul Ulama bisa memberikan sumbangan untuk perdamaian dunia. "Salah satu media di Arab, yaitu Al-Arab, sampai membuat tulisan editorial. Bahwa Islam Nusantara merupakan jalan masuk menuju masa depan dunia Islam. Masa depan yang diwarnai dengan kedamaian dan harmoni," terang Gus Yahya.
Menurutnya, Islam Nusantara itu adalah yang seperti dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada kesehariannya. "Sebab Islam Nusantara itu mudah. Islam Nusantara ya kalian itu. Sampeyan Islam mboten? Islam nggeh? Karang Menjangan itu bagian Nusantara mboten? Ya itu lah Islam Nusantara," imbuhnya.
Lebih lanjut, Gus Yahya membeberkan alasan pemberian nama khusus, Islam Nusantara. Alasannya adalah karena ada perbedaan. "Kenapa diberikan nama yang khusus, Islam Nusantara? Kok tidak Islam saja? Kok pakai Islam Nusantara? Sebab memang ada perbedaan. Bedanya gimana? Acara seperti ini contohnya. Coba kalian cari model pengajian umum seperti ini di tempat lain," imbuhnya.
"Apakah Islam Nusantara membuat madzhab baru? Tidak. Wudhunya ya sama dengan wudhunya Imam Syafi'i, rukunnya enam. Apa ada kiai mencontohkan dengan sebelas? Tidak ada," tambahnya lagi.
Pengajian seperti ini menurut salah seorang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), merupakan bentuk konsolidasi sosial untuk memperkuat kohesi, keguyuban, dan kerukunan masyarakat. Di samping itu juga sebagai media penanda arah, sehingga masyarakat bisa mendapat inspirasi ke mana arah yang bisa diperjuangkan bersama.
"Sebetulnya pengajian umum seperti ini, lebih ke arah media untuk konsolidasi sosial. Kalau pendidikan, itu yang dilakukan oleh kiai-kiai ini sehari-hari. Kiai-kiai ini yang melakukan pendidikan ke generasi muda untuk memperbaiki akhlaknya, untuk mempersiapkan kekuatan lahir batinnya untuk menghadapi masa depan," jelas Gus Yahya.
Mengambil tema Islam Nusantara di era milenial, panitia berharap dengan pengambilan tema ini bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat di saat kembali menjadi pembahasan hangat di tengah masyarakat. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh ketua panitia acara, Ustadz Zainul Muttaqin.
"Harapannya masyarakat bisa lebih paham dengan apa yang dimaksud dengan Islam Nusantara," jelasnya.
Gus Yahya |
Sementara itu, Gus Yahya menjelaskan maksud dari Islam Nusantara yang menjadi tema Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015. Menurutnya, jika ada orang Indonesia yang bingung dengan Islam Nusantara, orang itu mungkin hanya pura-pura bingung saja.
"Jadi, kalau ada orang Indonesia yang katanya bingung tentang Islam Nusantara itu pura-pura aja saya kira. Sebetulnya tidak bingung. Kalau bingung, biar dipikir-pikir sendiri. Lah wong orang Eropa saja tidak bingung kok. Masa orang Karang Menjangan bingung, kan aneh toh? Saya kira begitu," jelas pengasuh Pondok Pesantren Leteh, Rembang ini.
Seluruh dunia, imbuhnya, menyambut Islam Nusantara dengan gegap gempita sewaktu penetapan Islam Nusantara sebagai tema muktamar. Dan sudah lebih dari 48 negara datang ke PBNU untuk belajar tentang Islam Nusantara, dan puluhan negara mengundang PBNU untuk datang, untuk datang dan berbagi tentang Islam Nusantara di negara itu.
Bahkan ada harapan dengan Islam Nusantara ini, Nahdlatul Ulama bisa memberikan sumbangan untuk perdamaian dunia. "Salah satu media di Arab, yaitu Al-Arab, sampai membuat tulisan editorial. Bahwa Islam Nusantara merupakan jalan masuk menuju masa depan dunia Islam. Masa depan yang diwarnai dengan kedamaian dan harmoni," terang Gus Yahya.
Menurutnya, Islam Nusantara itu adalah yang seperti dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada kesehariannya. "Sebab Islam Nusantara itu mudah. Islam Nusantara ya kalian itu. Sampeyan Islam mboten? Islam nggeh? Karang Menjangan itu bagian Nusantara mboten? Ya itu lah Islam Nusantara," imbuhnya.
Lebih lanjut, Gus Yahya membeberkan alasan pemberian nama khusus, Islam Nusantara. Alasannya adalah karena ada perbedaan. "Kenapa diberikan nama yang khusus, Islam Nusantara? Kok tidak Islam saja? Kok pakai Islam Nusantara? Sebab memang ada perbedaan. Bedanya gimana? Acara seperti ini contohnya. Coba kalian cari model pengajian umum seperti ini di tempat lain," imbuhnya.
"Apakah Islam Nusantara membuat madzhab baru? Tidak. Wudhunya ya sama dengan wudhunya Imam Syafi'i, rukunnya enam. Apa ada kiai mencontohkan dengan sebelas? Tidak ada," tambahnya lagi.
Pengajian seperti ini menurut salah seorang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), merupakan bentuk konsolidasi sosial untuk memperkuat kohesi, keguyuban, dan kerukunan masyarakat. Di samping itu juga sebagai media penanda arah, sehingga masyarakat bisa mendapat inspirasi ke mana arah yang bisa diperjuangkan bersama.
"Sebetulnya pengajian umum seperti ini, lebih ke arah media untuk konsolidasi sosial. Kalau pendidikan, itu yang dilakukan oleh kiai-kiai ini sehari-hari. Kiai-kiai ini yang melakukan pendidikan ke generasi muda untuk memperbaiki akhlaknya, untuk mempersiapkan kekuatan lahir batinnya untuk menghadapi masa depan," jelas Gus Yahya.